Tuesday, January 21, 2014

[Review Buku] Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin


Author: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
264 halaman

Review ini akan mengandung SPOILER yg banyak sekali, jadi yg ga suka spoiler sebaiknya ga usah baca.

Ini salah satu buku yg juga dipinjem kakak gw dari reading walk. Gw baca waktu libur hari ini. Sehari selesai. Harus mulai darimana ya, soalnya gw merasa patah hati setelah baca. Kecewa. Bukan dengan kualitas ceritanya, tapi sepertinya Tere Liye memang hobi bikin pembacanya patah hati dengan kondisi karakter2 di bukunya. Ini buku ketiga Tere Liye yg gw baca. Pertama, The Gogons, lalu yg kedua Kau, Aku, dan Sepucuk Angpau Merah.

Pertama kali membaca halaman pertama, gw langsung menebak, bahwa lokasi "toko buku terbesar di kota ini" adalah Gramedia Depok. Tebakan yang langsung dibenarkan di halaman berikutnya yg menyebut nama Margonda. Nama Gramed ga pernah disebut, begitu juga nama Depok cuma sekali-dua kali disebut. Yah, mari mengulur waktu dulu dengan bahas hal-hal yg ringan.

Cerita berformat flashback untuk hampir semua bagian, dan plot di saat ini meneruskan ceritanya, di saat-saat penentuan. Flashback yg sebagian besar terjadi selagi tokoh utamanya berdiri di lantai 2 Gramed Depok untuk memandangi pemandangan jalan di bawahnya. Ah, gw jadi kepengen kesana, udah lama juga. OOT.

Tokoh utama itu adalah Tania, gadis cantik yg di saat itu berusia 23 tahun. Flashbacknya bercerita sejak dia berumur 11 tahun. Tania kecil hidup kesulitan bersama ibu dan adiknya. Mereka tinggal di rumah kardus dekat tempat pembuangan sampah, Tania dan adiknya tidak bersekolah dan seharian mengamen. Beruntungnya mereka, kesulitan itu hanya berlangsung 3 tahun (sejak kematian ayah Tania), karena seseorang pemuda yang baik hati muncul dan menjadi malaikat bagi mereka. Dia membawa mereka keluar dari kesulitan, membiayai sekolah Tania dan adiknya, dan menjadi keluarga bagi mereka.

Sejak saat itu, kehidupan mereka lancar bak roket meluncur ke angkasa. Tania mendapat nilai yang bagus dan sempurna, dan melanjutkan pendidikan SMP ke Singapura, dan seterusnya SMA dan kuliah di sana. (semacam too good to be true) Sampai mendapatkan pekerjaan yang bagus di perusahaan yg bagus di Singapura.

Tapi dia memiliki masalah berat. Masalah hati. Tania jatuh cinta dengan malaikat penolong ini, Danar, atau yg hanya disebut dengan dia (ditulis miring) di buku ini. Bukan cinta yg semestinya antara adik dan kakak, tapi cinta antara laki-laki dan perempuan. Cinta yg terpaut beda usia 14 tahun. Yang mungkin ga jadi masalah kalo Tania sudah berusia lebih dewasa, tapi dia jatuh cinta sejak masih bocah. Mirip sama filmnya Rachel Amanda yg I Love You, Om.

Tania tumbuh menjadi gadis yang cantik dan memesona, dan cerdas luar biasa. Prestasinya cemerlang di sekolah/kampusnya, dan segala kegiatan dan bisnisnya berjalan dengan bagus. Tapi obsesinya tentang 'kakak'nya membutakan pikirannya. Dia jadi cemburuan dan membenci Ratna, pacar Danar yg padahal ga salah apa2, malah selalu bersikap baik layaknya kakak dan sahabat. Dia juga kurang mempedulikan hal-hal lain, dan memanipulasi orang lain dengan kecerdasannya.

She remind me of someone. Someone that I hated and I have stayed away from.

Anyway, tokoh berikutnya. Danar. alias dia. Malaikat penolong yg membawa Tania dan adiknya ke kehidupan yang lebih cerah. Sosok yang sempurna, wajahnya cerah, bijak. Selain itu, dia juga pengarang novel2 laris yang menggunakan nama alias Maibelopah (?). Sebelum gw sibuk mengartikan apakah Maibelopah itu maksudnya "My Beloved", gw mengernyitkan dahi. Tokoh ini maksudnya perwujudan Tere Liye gitu? sama2 pengarang yg menggunakan nama alias yg mirip nama cewek.

Danar menjadi kakak dan sosok ayah bagi Tania dan adiknya, apalagi sejak ibu mereka meninggal. Danar sendiri dulunya sudah mengalami hal serupa karena dia seorang yatim piatu. Dialah orang yang dicintai Tania sejak dulu, sejak dia pertama menolongnya di dalam bis ketika kaki Tania tertusuk paku. Danar yg mematahkan hati Tania ketika dia menikah dengan Ratna. Pernikahan yang membuat hubungan mereka merenggang, karena Tania menolak untuk pulang dan menghadirinya.

Dede, adiknya Tania. Ah, Dede. Adik yg waktu kecilnya nggemesin karena kelakuannya yg lucu, bahkan sampai gede pun masih lucu. Tokoh ini benar-benar sumber hiburan yg sejenak membuat pembaca rileks. Dede yg sering nyeletuk dan bahas hal-hal ga penting. Dede yg diam-diam ahli membuat puisi. Dede yg hobi maen Lego. Dede yg walau cengengesan, tapi nalurinya tajam. Dede yg sudah tahu rahasia Tania sejak lama. Dede yg tahu semuanya, dan menyembunyikan rahasia itu untuk menjaga perasaan semua orang. Dede yg setiap kali chatting mengganti nama usernamenya. Ah, nyatetin perubahan usernamenya Dede bakal jadi hiburan.

Pada sepertiga akhir buku, cerita yg tampaknya sudah damai dibuat menegangkan dengan timbulnya masalah yang sedari lama dirahasiakan. Untuk hal ini, Tere Liye emang jago dalam membuat pembacanya penasaran baca sampai akhir. Yang berujung pada kekecewaan gw.

Satu kata keyword yg menggambarkan kesimpulan akhir buku ini.

PEDOFILIA.

Tania selalu merasa bahwa dialah yg mencintai Danar. Ketika kemudian diketahui hubungan Ratna dan Danar berjalan dingin, Danar yg selalu diam saja, datar, tanpa memberi jawaban atau apapun, dia mesti mencari tahu sendiri permasalahannya. Yang membawa kita pada sebuah hal yang mengejutkan. Bahwa Danar (sepertinya) juga mencintai Tania. Mungkin bukan sejak mereka bertemu, bukan pertama banget, tapi rasa sayang terhadap adiknya berubah menjadi cinta ketika Tania beranjak menjadi gadis remaja yang cantik.

Hal ini kedengarannya salah, dan menurut gw memang salah. Inappropriate. Gw akan coba ngasih gambaran.
Sebenarnya normal aja kalo Danar suka sama anak seumuran SMA seperti Tania. Ya walaupun ada beda 14 tahun, ga masalah, karena Tania bisa dibilang sudah dewasa.Masih bisa dimengerti. Permasalahannya adalah, dia sudah mengenal Tania sejak dia masih berwujud bocah, dan dimana seharusnya dia hanya menganggapnya sebagai adik. Sulit untuk mengubah persepsi adik menjadi wanita, ketika si adik beranjak dewasa. Harusnya dia tetap sebagai adik. Ini yg menyebabkan kondisinya terlihat salah. Kalo aja dia ketemu Tania sewaktu Tania udah umur 16-17, atau 20 biar lebih normal, tentu hal ini ga akan terlalu bermasalah. Sudah telanjur adik. Jadi susah sekali ini.

Hal ini menyebabkan gw patah hati, mengapa pengarang menghancurkan karakter yg sejak awal sudah digambarkan bagus dan sempurna, dan meninggalkannya, mengakhiri cerita tanpa memberi perbaikan padanya. Ah.

Kasih berapa ya? Kalau happy ending, harusnya gw bakal ngasih 5 bintang. Tapi karena bikin patah hati dan kecewa, kasih 4 aja.

No comments:

Post a Comment