Wednesday, January 29, 2014

[Review Buku] Pembunuhan di Malam Natal

"Kami keturunan Lee memang seperti itu. Kami mengingat sesuatu sampai bertahun-tahun -- mendendam dan memendam sesuatu serta membiarkannya selalu hijau."


alias: Hercule Poirot's Christmas
Author: Agatha Christie
Penerbit: Gramedia
296 halaman

Sekali lagi gw salah memperhitungkan waktu yg dibutuhkan buat baca buku-buku Agatha Christie. Butuh waktu lebih banyak ketimbang baca buku2 drama biasa, sebab untuk baca buku detektif seperti ini, kata demi kata mesti dibaca dengan seksama. Itu cara gw bacanya, karena kalo ga teliti nanti bakal bengong ga ngerti apa-apa.

Gw udah pernah baca buku ini dulu sekali, sepertinya pinjem dari perpus sekolah. Kali ini hasil pinjeman kakak gw. Pernah juga liat serial Hercule Poirot versi BBC untuk kasus ini. Buku ini, menurut gw, adalah contoh ideal dari cerita klasik Agatha Christie, tentang pembunuhan yang terjadi di sebuah keluarga besar, dengan twist di akhir cerita untuk mengetahui siapa pelakunya. Jenis cerita yg gw suka.

Plot
Keluarga besar Lee berkumpul untuk merayakan Natal atas permintaan Simeon Lee, ayah mereka. Simeon Lee bukanlah orang yang menyenangkan. Kekayaan yang dimilikinya membuatnya sombong dan berlaku seenaknya pada anak-anaknya yang bergantung padanya. Dia sengaja mengundang semua anaknya (dan istrinya) datang dengan dalih sudah beranjak tua dan sakit-sakitan, tapi dia memperolok dan mengomeli mereka dan dengan sengaja memberikan petunjuk kalau dia hendak mengubah isi surat wasiat. Pada malam Natal itu, Simeon Lee terbunuh. Dengan keadaan kamar yang gaduh dan berantakan. Lalu siapa pelakunya?

Simeon Lee punya empat orang anak. Alfred yg penurut yang tinggal bersamanya, dan istrinya, Lydia, yg cerdas dan pengertian. George yang menjadi politisi dan istrinya, Magdalene yg gemar menghamburkan uang dan menyebabkan mereka kesulitan dalam masalah keuangan. Harry, si anak bandel yang meninggalkan rumah dan selalu terlibat masalah dan meminta uang. Kemudian yang terakhir David, yang sangat mencintai ibunya, dan karenanya pergi dari rumah dan membenci Simeon karena perlakuannya yg buruk menyebabkan kematian ibunya. David hanya datang karena istrinya, Hilda, berpendapat kalau mereka sebaiknya datang.

Tapi bukan hanya mereka yang datang saat Natal. Pilar Estravados, anak dari Jennifer, putri Simeon yang pergi ke Spanyol dan meninggal, juga diundang ke sana, dan dengan cepat menjadi favorit Simeon. Lalu Stephen Farr yang datang dari Afrika Selatan sebagai anak dari teman baik Simeon di sana. Lalu siapa pelakunya?

Hercule Poirot diundang oleh Kolonel Johnson, kepala polisi setempat untuk membantu Inspektur Sugden memecahkan kasus ini.

Seperti yg gw bilang tadi, ini adalah cerita klasik dengan Poirot sebagai detektifnya. Metode pemecahan kasusnya pun khas Poirot. Wawancara dengan semua anggota keluarga sebagai saksi, mengajukan pertanyaan, lalu setelahnya bercakap-cakap dengan mereka. Seringkali mereka sendiri yang mendatangi Poirot untuk memberitahu sesuatu. Dengan cara itulah, menurut Poirot, sedikit demi sedikit kebenaran akan terungkap.

Buat gw, buku ini seru sekali untuk dibaca, dari awal hingga akhir, termasuk ketika bagian perdebatan setelah pembagian warisan. Klasik.

Beberapa catatan.
Perlu diketahui, buku yg gw baca terbitan 1984. Cerita aslinya sendiri pertama terbit tahun 1938. Jadi ada hal-hal yang belum bisa diselesaikan dengan teknologi modern.

Terjemahan buku ini menggunakan 'Engkau' yang menurut gw kaku sekali, yang mungkin wajar kalo mengingat buku ini terbitnya tahun 1984 (saya belom lahir). Tapi gw yakin di cetakan yang terbaru pun terjemahannya ga akan diubah. Termasuk beberapa kesalahan dasar penulisan awalan di- yg tidak tepat. Jaman dulu lho udah ada typo.

Salah satu hal penting dalam kasus ini adalah ciri khas Simeon Lee yang diturunkan pada keluarganya. Sifat terutama, mereka pendendam, tidak pernah melupakan perlakuan buruk orang pada mereka. Dan mereka sabar untuk menunggu waktu yang tepat untuk melakukan pembalasan. Kemudian masalah kebiasaan seperti mengusap dagu dan menengadahkan kepala sambil tertawa dengan keras. Hal seperti ini pada masa sekarang bisa diperdebatkan. Kebiasaan seperti itu apakah menurun secara genetik? Kalo menurut gw sih, belom tentu. Tapi mengingat ceritanya ditulis tahun 1930an dimana ilmu genetik belum terlalu berkembang (tapi mereka sudah mengenal hukum Mendel) bisa dimaklumi lah. Itu juga sebabnya ga ada pemeriksaan DNA atau darah dari Simeon Lee yang terbunuh dengan genangan darah di tubuhnya. Terlalu banyak darah...

Gw juga suka dengan pembukaan cerita yang dibuka dari tempat lain, bukan di rumah keluarga Lee yang menjadi lokasi utama cerita.

Jadi siapa pelakunya?
Hal itu merupakan sebuah twist yang buat gw sendiri sangat mengejutkan sewaktu pertama kali baca. Tapi sebenarnya petunjuk-petunjuk sudah disisipkan di sepanjang buku. Petunjuk yg sepertinya tidak penting, tapi memang biasanya petunjuk seperti itu. Disamarkan di tempat yang terang.

5 bintang untuk buku ini.

No comments:

Post a Comment