Tuesday, April 29, 2014

[Review Buku] Bilangan Fu

Author: Ayu Utami
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
548 halaman

Buku ini sudah saya beli 2 tahun yg lalu di bookfair Istora. Selama ini emang sengaja belom dibaca, mungkin karena keburu gentar dengan tebal bukunya, atau juga karena merasa belum siap untuk bacanya. Hingga akhirnya minggu lalu, dengan iseng saya minta bantuan situs random.org untuk menentukan buku berikutnya yg mau dibaca (dari list to-read di goodreads), dan voila, keluarlah nomer arisannya.

Awalnya, saya sempat kesulitan bacanya, karena bahasa yg digunakan rada berat, dan topik bahasannya rada absurd, tentang toples berisi potongan kelingking, dan benda2 aneh lain. Levelnya beda lah sama buku2 novel biasa. Yg mendekati mungkin gaya penulisannya Andrea Hirata di Laskar Pelangi. Pembahasannya pun seakan ngalor ngidul, melenceng kemana-mana, tapi saya dapet juga tema utamanya apa.

Buku ini bercerita tentang persahabatan Yuda, seorang pemanjat tebing, dengan Parang Jati, mahasiswa geologi, dan bagaimana pemikiran2 Parang Jati berhasil mengubah cara pandang Yuda pada banyak hal. Seperti halnya pembaca, yang mengikuti kisah mereka dari penuturan Yuda sebagai narator.

Yuda bertemu Parang Jati ketika hendak mengambil peralatan panjat tebingnya. Kebetulan Parang Jati juga hendak mencoba memanjat, untuk tujuan lain. Dia juga mengkritik metode panjat tebing yang dilakukan Yuda dan teman-temannya, yang menurutnya merusak alam. Sejak itulah, Yuda kemudian belajar dari Parang Jati untuk lebih memperhatikan banyak hal, misalnya kebiasaan para penduduk di daerah pendakian dan permasalahan yang mereka hadapi. Hal-hal yang sebelumnya sama sekali tidak dia pedulikan. Awalnya hanya berkisar pada pengetahuan baru, hingga kemudian mereka terlibat juga dalam permasalahan yang melanda desa itu. Dari kasus bangkitnya orang mati, hingga masalah dengan laskar-laskar yang menentang tradisi pemberian sesajen dan penghormatan pada Nyi Rara Kidul.

Buku ini terbagi jadi 3 bagian. Modernisme, Monoteisme, dan Militerisme. Bagian pertama lebih membahas tentang Yuda yang berusaha memahami dan menerima pemikiran-pemikiran Parang Jati. Bagian kedua membahas lebih banyak tentang Parang Jati, asal-usulnya, dan hubungannya dengan Kupukupu, pemuda lain (yg juga sebenarnya adik kandungnya) yang berseberangan jalan dengannya. Bagian ketiga membahas permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi hingga konflik yang tak bisa dihindari antara Jati dan Kupukupu.

Mengenai karakter. Yuda ini berpikiran modern dan tidak terlalu peduli dengan nilai-nilai atau adat istiadat masyarakat yang menurutnya merupakan suatu kebodohan. Dia juga punya pandangan yang berbeda tentang hal-hal umum yg berlaku di masyarakat. Yah, mirip sama cara pandang saya sih. Kemudian, Parang Jati muncul sebagai orang yang idealis. Punya pengetahuan luas, dan terbuka, tidak saja tentang hal2 modern, tapi juga tentang mitos2 dan budaya yang sudah lama berkembang, dan mampu menerimanya sehingga bisa berdampingan.

Membaca buku ini, benar-benar membuat pikiran dan wawasan saya lebih terbuka. Ada banyak hal-hal dan pemikiran, apakah itu dari Yuda, ataupun Jati, yang menarik untuk direnungi. Tentang banyak hal. Dan memang itulah maksud dari buku ini, agar pembaca bisa lebih terbuka dan kritis.

Misalnya, satu hal yang saya tangkap adalah antara agama dan kepercayaan terhadap alam, hal ini bukan berarti syirik. Melainkan penghormatan kepada alam. Dan tidaklah penting apakah mitos mengenai roh2 di pepohonan atau Nyi Roro Kidul itu betul ada atau tidak, tapi hal itu membuat orang2 lebih menghormati dan merawat alam. Itu yg lebih esensial.

Ada juga hal2 tentang monoteisme yg ga begitu bagus, bahwa monoteisme ingin memonopoli kebenaran dengan mengaku sebagai yang paling benar, sehingga tidak bisa menoleransi hal-hal yang dianggap bertentangan. Liat aja kasus Ahmadiyah, dan konflik umat beragama yang sering terjadi. Lama2 kita mempertanyakan, apa sih fungsi agama, selain memecah masyarakat. Tuhan yang kita percaya sama, cara menyembahnya saja yg berbeda.

Lalu apa itu Bilangan Fu? Menurut Yuda, bilangan itu dibisikkan padanya oleh sosok gaib yang muncul dalam mimpinya. Tentang sebuah bilangan yang memiliki kedua unsur nol dan satu, dimana jika sebuah bilangan dibagi dengannya, akan sama jika bilangan itu dikalikan dengannya, tapi bilangan itu bukan 1. Pokoknya seperti itulah, kosong sekaligus tak terbatas. Hal yang masih belum sepenuhnya saya mengerti.

Extraordinary.

Btw, buku ini seakan-akan ditulis oleh Yuda, tapi di halaman 463, dimunculkan juga penghubungnya, dengan disebutnya nama Ayu Utami (yg notabene penulis aslinya). Diceritakan dalam suatu acara seminar, Yuda bertemu dengan Ayu yg kemudian menulis ulang kisahnya. Iseng juga ya penulisnya, pake cara ini untuk menyambungkan antara narator dengan dirinya.

Aduh, saya keteteran kalo nulis review buku yg bagus banget, sulit berkata-kata, haha. Mending coba baca sendiri aja. Mudah2an pikirannya ikut terbuka.

-OoO-

No comments:

Post a Comment